Penulis : Desy Anggraini
Guru Bahasa Indonesia
SMAN 2 Tembilahan
“Engkau jangan bicara halal haram pada ku Muslim, engkau begitu bernafsu untuk menasehati ku perihal agama, sementara Aku lebih tau dan ber ilmu dari mu” sembari berjalan menuju motor nya untuk berangkat bekerja, Tara memberikan argumen pada Muslim, teman sekaligus sepupu nya.Tara bekerja sebagai debt collector di suatu perusahaan. Muslim adalah mahasiswa di Universitas Islam Negeri di kotanya. Tara ikut tinggal bersama keluarga Muslim. Setelah beberapa waktu lalu Ayah nya masuk rumah sakit jiwa. Sementara ibunya telah lama meninggal.
Semenjak itu Muslim menjadi bayang-bayang kehidupan Tara. Muslim selalu mengkritisi hidup Tara yg menurut nya jauh dari agama. Menasehati seorang Tara bukan hal yang mudah karena Tara besar dari keluarga yang terdidik secara agama ketimbang muslim yg keluarganya biasa saja.
Seperti biasa Tara melakukan pekerjaan nya sebagai seorang debt collector, rumah pertama yang dituju hari ini nampak sepi dan tak berpenghuni. “Permisi, ada orang di dalam” setelah beberapa kali memanggil tak tampak ada orang di dalam rumah. Hingga tara memutus kan untuk pergi. Baru beberapa langkah terdengar seperti jatuhan gelas dari dalam rumah, Tara kembali untuk memanggil. Kali ini dengan suara lantang. Karena sudah beberapa hari ini si pemilik tagihan selalu menghindar dari nya.
“Bila tak sanggup membayar jangan sok meminjam,” pemilik rumah pun tak kunjung keluar sehingga dengan geram Tara memutuskan untuk menendang pintu rumah, namun Tara tidak memberanikan diri untuk masuk, namun tak lama muncul lah seorang wanita berbadan cukup besar berteriak, “Kurang ajar sekali ya berani menendang pintu rumah saya, tidak sopan sekali,” karena terlanjur geram Tara langsung menyambut kata, “Ibu, anak ibu sudah menunggak 2 bulan, baiknya Ibu menganjurkan nya untuk melunasi, “ saya tidak punya urusan dengan itu yang punya hutang anak saya bukan saya” makian-makian di lontar kan Ibu itu dengan keras sehingga terdengar ke beberapa pemuda di sana, sehingga Tara di hampiri, seperti biasa pandangan orang terhadap penagih hutang sangat menjengkelkan sehingga Tara mendapat beberapa pukulan pada hari itu.
Muslim menghampiri Tara di kamarnya karena melihat luka di wajah Tara,dan dia tau persis apa yang di alami Tara. “Sudah ku bilang padamu berhentilah dari pekerjaan itu, rezeki Allah yang mengatur, toh pekerjaan mu bukan lah hal baik, ingat dosa riba paling kecil adalah seperti bersetubuh dengan Ibu kandung sendiri,” Muslim memang tak pernah lelah membujuk Tara untuk berhenti dari pekerjaan nya. Selain itu, Muslim jugak prihatin dengan kebiasaan Tara yang sering minum-minuman keras. Berjudi dan main perempuan. “Tentu aku lebih tau dari Muslim. Aku menghabiskan waktu sekolah di pesantren, sementara dirimu hanya terbawa semangat keagamaan yang baru-baru ini ngetrend di negara kita,” sembari tertawa. “Pemuda hijrah ya lim.” “Bila kau lebih tau dari ku, tunggu apalagi? Kembali lah ke jalan mu tar,” Tara tertawa kecil. “Allah tahu apa yang ku perbuat lim, dia pasti memaklumi, buat apa aku repot-repot belajar ilmu agama seperti mu, bukan kah setiap muslim pasti masuk surga asal bersyahadat”.
Memang ilmu agama tidak menjamin suatu ketaatan,dan ketaatan akan berjalan seiring berjalan nya waktu menggali ilmu yang tiada habisnya. Tara merasa cukup dengan ilmu pesantren nya, dan Muslim dapat memaklumi bahwasanya Tara adalah anak yang baik sebelum musibah menimpanya. Ayahnya masuk rumah sakit jiwa dan di sebut-sebut karena terlalu mendalami ilmu agama pada komposisi yang sudah tidak wajar. Dia selalu menyayangkan kenapa orang dengan niat baik bisa mendapat kan penyakit yang mengerikan lebih parah dari kanker atau pun tumor. Yang membuat tara menjadi yatim piatu meski jasad ayah nya masih di bumi. “Engkau tahu hadist tentang terpecah nya umat Islam ke beberapa golongan?” Tara bertanya sambil mengkompres luka nya. “Tentu aku tau, bahwasanya umat Islam terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu di jalan yang benar. Tapi hadist itu tidak bisa kau jadikan alasan untuk hidup seperti ini, Tara.”
Tak sampai di situ, Tara kembali mengeluarkan argumen. Mungkin karena kesombongannya terhadap sedikit ilmu yang dia dapat, membuat hati nya keras,“kau lihat saja fenomena sekarang ini, di negara kita perpecahan terjadi atas nama politik dan agama, di sini berang dengan berteriak allahuakbar kubu sana jugak demikian, kubu mana yang mau kita ikuti lim, kau sering mengajak ku kembali ke jalan yang benar dengan ikut kajian, kajian yg mana lim? Kajian majelis ayah yg membuat gila,? Salafi, jamaah tablight, atau syiah sekalian lim?
Kita tak pernah aman lim, kita tidak tau ada di golongan yang mana, dan kau jugak tak usah merasa suci bukankah kredit motor yang kau lakukan adalah dosa? Hobi menyanyi mu jugak dosa walau pun sekarang sudah berbau religi, tetap saja sebagian ulama mengharamkan dan yang paling penting keluarga mu dibesarkan dengan uang riba hasil kerja Ayah mu di Bank, dan sampai sekarang kalian masih menikmati uang pensiunan riba, dengan kecewa Muslim pergi meninggalkan Tara keluar kamar dengan kesombongan argument nya.
Suara petasan mengudara di langit-langit kota sebagai tanda perayaan pergantian tahun, Tara dengan keangkuhan hatinya sangat menikmati malam itu bersama teman-teman nya jugak botol minuman keras yang berjejer di meja, anak muda dengan tingkat frustasi kehidupan yang tidak jelas, tentu tidak pikir panjang untuk melakukan maksiat seperti itu.
Dengan sepeda motor milik nya Tara melewati jalan sepi menuju rumah nya, di temani seorang teman yang sama mabuk nya dengan Tara, setelah pesta pergantian tahun, waktu subuh hampir tiba dan mereka belum sampai ke rumah, mabuk yang Tara rasakan membuatnya sangat lamban membawa motor bahkan dia memutuskan singgah di suatu tempat semacam gudang untuk merebahkan badan bersama seorang temannya, rasa mabuk yang kuat membuat keduanya hanyut dalam tidur. “nak, bangun sudah waktu subuh, ayok ambil wudhu” seorang Kakek tua membangunkan Tara dengan tongkat bantu, seperti nya sang Kakek tak mampu berjalan normal, entah angin apa atau mungkin karena mabuk Tara lagsung mengambil wudhu dan masuk ke suatu bangunan yang dia anggap gudang.
“nak,tolong azan, sepertinya muazin biasa tidak bisa berjamaah bersama kita” entah bagaimana bisa Tara mau melakukan azan sampai dengan selesai, “nak, tolong dirimu imami aku sepertinya jamaah lain tidak ada yang datang”entah mungkin karena mabuk Tara maju sebagai imam, sholat subuh pun dilakukan hingga saat Tara selesai membaca Al-fatihah menggema jamaah menyahut amiin, Tara sedikit terkejut,mungkin ada jamaah yang terlambat pikirnya, setelah selesai mengucap kan salam dia merasa melihat dengan banyak nya makmum berbaju putih di belakangnya, dia seakan tersadar dari mabuknya dan tidak habis pikir kenapa bisa mengimami orang sebanyak itu dalam keadaan mabuk dan dia menyesal, setelah membaca doa dia kembali memandang ke belakang dan jamaah yang banyak dia lihat sudah tidak ada, yang ada hanya seorang kakek tanpa baju yg berbaring dan tertawa-tertawa kecil, “ kek, kemana para jemaah tadi?” kakek hanya tertawa kecil dan bertanya, “untuk apa kita beribadah?
Sementara allah itu maha pengasih lagi maha penyayang, tentu lah dia tidak akan tega memasukan kita ke neraka?” Tara hanya diam “nak, sebanyak apapun amal ibadah mu tak kan membuat mu terhindar dari khilaf dan salah, hanya saja ridho allah dan syafaat nabi yang mampu menghindarkan kita dari api neraka,banyak umat islam di dunia dengan banyak golongan beribadah bukan untuk menjadi yang terbaik melainkan mengharap ridho dan syafaat, berhentilah mengeluh dengan diri mu sendiri nak” karena hari mulai terang Tara pamid dengan Kakek tersebut, di luar sudah ada teman mabuk nya tadi menunggu di luar, hari mulai terang hingga bangunan yang iya masuki tadi terlihat jelas, bahwasanya itu adalah masjid tua yang telah dipindahkan dan tidak di gunakan lagi, “apa yang kau bicarakan dengan orang gila tadi tar?”tanya teman Tara, yang membuat Tara sadar kakek itu orang gila, yang menasehatinya perihal agama, kembali dia teringat dengan jamaah yang banyak tadi, malaikat pikirnya, dan dia tersujud dan menangis dengan dia alami barusan seakan kekerasan hatinya luluh lantah seketika,dia sadar selama ini dia mengeluh dan berputus asa dalam beribadah dan yang paling buruk dia berburuk sangka pada allah, hingga akhirnya di perlihat kan kejadian tak masuk akal barusan.
Aku minta maaf lim, sekarang aku sadar tidak ada guna mengeluh dan menyalah kan keadaan. Setiap cobaan yang Aku alami adalah ujian dari Allah untuk Aku makin dekat padanya bukan jauh darinya, dan Aku dapat pelajaran bahwasanya ibadah yang tulus itu hanya mengharap kan ridho nya, hanya saja dulu Aku berputus asa dan berburuk sangka pada Allah,dan yang paling penting ilmu dan ibadah tak harus berhenti sampai ajal menjemput bukan di bandingkan satu dengan yang lain nya atau satu golongan dengan golongan lain nya itu yang aku pelajari semalam” Muslim terkejut dan berkata ” bukankah kau semalam pergi pesta mabuk bukan belajar, baju mu pun masih bau minuman keras,” Tara hanya tersenyum dan memeluk Muslim, sementara Muslim masih kebingungan. Dipagi hari tahun baru dia mendapati Tara mendadak aneh datang menghampiri ke kamar dan berkata benar.
Demikian lah hidayah yang bisa kita ambil hikmahnya, bermacam-macam tanpa kita ketahui, yang paling penting jangan lelah untuk saling menasehati.